(pdlFile.com / Cilacap) Entah berapa kali, saat iktikaf di masjid besar Wangon, Cilacap, saya ditakdirkan bisa bertemu lelaki tua yang berumur sudah udzur. Setiap ke masjid -waktu dzuhur- ia diantar oleh cucunya dibonceng motor. Jalan ke dalam masjid dipapah, terkadang karena mungkin sudah terlewat lemah, ia berjalan dengan merangkak sejak dari turun motor di depan teras masjid menuju ke shof. Sepertinya ia memang sudah punya persiapan wudhu dari rumah.
Selesai waktu dzuhur, begitu para jamaah sudah melanjutkan aktifitas ‘maisyah’ masing-masing termasuk cucunya yang meninggalkannya sendiri. Lelaki tua itu masih belum beranjak. Ternyata ia membawa alquran yang disimpan di dalam tas-nya. Ia membaca al-quran tanpa kacamata. Terkadang matanya kulihat mengantuk. Bahkan kadang hingga ia tertidur sembari duduk. Begitu yang ia lakukan sampai datangnya waktu ashar. Kulihat ia memang pulang setelah jamaah ashar dijemput oleh cucunya. Dan saya ditakdirkan oleh Alloh bisa belajar dengan -menyaksikan- keistiqomahan lelaki tua itu dalam ibadah. Entah sudah berapa rotasi ia khatam quran? MasyaAlloh.
Pertama saya menyaksikannya sungguh sangat terharu, menetes airmata. Rasanya senang hati, bersyukur, melihat lelaki tua itu yang dalam istilah usia kerapkali disebut dengan ‘bau tanah.’ Entah darimana datangnya istilah itu. Padahal menurut saya, bahwa setiap manusia yang baru lahir sesungguhnya juga sama, langsung bau tanah. Ahhh.. itu hanya istilah saja. Maksudnya bahwa siapapun makhluk hidup pastinya akan menemui yang namanya azal.
Di sela waktu, saya sengaja mengambil shof persis di samping lelaki tua itu. Subkhanalloh, saya merasakan tanda-tanda khusuk yang luar biasa. Tenang hidupnya dan benar-benar pasrah.
Terkadang saya bertanya dalam hati. Kekuatan apa yang membuat lelaki tua renta ini begitu kuat sholat berjamaah dan membaca alquran di masjid? Adakah ia menyimpan amalan rahasia yang dikerjakan secara istimror hanya berharap ridho Alloh semata? Atau adakah itu memang bekal persiapannya untuk menuju akhir hayatnya yang baik? Bukankah hanya orang-orang ulul albab yang diberi kekuatan Oleh Alloh bisa istiqomah mengingat kematian dalam ibadah?
“Ya Alloh, betapa bersyukurnya lelaki tua ini. Di usia yang sudah bonus Engkau anugerahkan kekuatan bisa kuat beribadah sholat jamaah di masjid dengan istiqomah, dan bisa mengkhatamkan alquran berulang-ulang mengisi sisa waktunya, semoga Engkau kelak hadiahkan khusnul khotimah ya Robb, ” doaku.
Usia adalah rahasia Alloh ta’ala. Akan tetapi di situlah sesungguhnya diri bisa belajar bagaimana menjaga perjalanan usia senantiasa tetap terjaga dalam amal kebaikan. Menjauhkan diri dari maksiat dan hal-hal yang sia-sia. Dalam kaidah sufi, sesungguhnya hidup ini, di atas kepala adalah kuburan.
Dan mengingat betapa lemahnya diri, dan kekuatan sepenuhnya adalah milik-Nya, maka tak henti-henti jika diri selalu berdoa bermohon sepenuh-penuhnya atas kekuatan bisa menjalankan dan mengisi amal sholeh dalam rentang usia, baik dalam dakwah atau tajalli. Berharap dan sangat berharap, kelak Alloh akan memanggil setiap nafas orang-orang sholeh dengan akhir hayat yang khusnul khotimah.
“Ya Alloh, matikanlah kami dalam keadaan berserah diri dan hidupkanlah kami dalam keadaan berserah diri. Kumpulkanlah kami bersama orang-orang yang sholeh tanpa ada kehinaan dan bukan dalam keadaan mendapat cobaan.” (Hadist shahih, diriwayatkan oleh Ahmad)*** (Mustaqiem Eska)