GURU
Mustaqiem Eska
Betapa mulianya menjadi guru. Setiap tetes kata yang turun dari ketulusannya adalah pintu surga. Bahkan percikan ilmu yang yang terpancar dari jiwa yang bening adalah serupa benih suci yang ditanam pada kebun kemanfaatan. Sehingga jika terlihat taman surga, sesungguhnya bunga-bunganya yang indah itu adalah hasil dari jasanya.
Engkau tahu, bagaimana sebelum guru itu memberikan nasehat, ia sudah terlebih dahulu melakukan latihan yang sangat berat untuk menata dirinya sendiri terlebih dahulu. Berkali-kali proses simulasi ia terapkan untuk dirinya dan keluarganya. Hingga setiap ilmu yang ia tebar, adalah pendaran cahaya yang menyala terang dari kepribadiannya yang bersih.
Guru selalu memetakan dengan sangat detail atas setiap ilmu yang hendak ia titiskan. Jangan sampai arah suluhnya tidak akurat, melenceng dari derajat garis lurus. Arah niat yang salah dan melenceng 0,1 derajat saja akan memperlebar jarak dari arah tuju. Dan busur anak panah tidak tepat sasaran. Berkali-kali guru terus melakukan eksperimen atas setiap nasehat yang akan tertuang. Ia bangun pembelajaran-pembelajaran tidak lain adalah yang ibda’ binnafsi. Ya, dimulai dari dirinya sendiri.
Ternyata tidak ringan menjadi guru. Iya. tidak ringan. Menjadi guru itu sangat berat. Tapi luar biasanya, begitu guru sudah bisa menjadi cermin Ing ngarsa sung tulada (ketika berada di depan seorang guru harus bisa memberi teladan dan contoh tindakan yang baik), Ing madya mangun karsa (ketika berada di tengah murid-muridnya seorang guru harus dapat menciptakan ide dan membangun semangat), Tut wuri handayani (ketika berada di belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), maka pahala baginya terus mengalir tak sudah-sudah.
Nabi sholallohu alaihi wasallam pernah bersabda:
مَثَلُ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَ الْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيْرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا بُقْعَةً قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَ الْعُشْبَ الْكَثِيْرَ، وَ كَانَتْ مِنْهَا بُقْعَةً أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوْا مِنْهَا وَ سَقُوْا وَ زَرَعُوْا، وَ كَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةً قِيْعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَ لاَ تُنْبِتُ كَلَأَ
“Perumpamaan Alloh ‘azza wa jalla mengutus aku dengan petunjuk (hidayah) dan ilmu laksana hujan lebat yang menyirami bumi. Ada tanah yang bisa menerima (menyerap) air hujan, lalu menumbuhkan rumput maupun tumbuhan lainnya. Ada pula tanah yang dapat menampung air hujan itu, sehingga tersimpan berbentuk seperti sungai atau laut. Lalu Alloh ‘azza wa jalla memberi manusia karunia untuk memanfaatkannya. Maka manusia bisa minum, mencuci dan bercocok tanam dari air-air tersebut. Dan ada pula tanah yang gersang, tidak mampu menahan air, dan tidak pula bisa menumbuhkan rumput maupun tumbuhan lainnya.”
Perumpamaan yang pertama adalah contoh hidup bagi orang yang bisa menarik keuntungan dari ilmu yang dimilikinya. Sedang perumpamaan yang kedua adalah contoh hidup bagi orang yang mampu memanfaatkan ilmu hidup bagi orang yang tidak memperoleh apa pun dari kedua contoh hidup sebelumnya.
Maka bersyukurlah seorang guru yang ilmunya bermanfaat.
“Allahumma ‘allimna ma yanfa’ una, wa anfa ‘na bima’ allamtana wa zidna ‘ilma.”
Ya Allah, tolong ajarkan kepada kami apa yang bermanfaat bagi kami, bantu kami mendapatkan manfaat dari apa yang Engkau bantu untuk kami pelajari, dan mudahkanlah kami untuk memahaminya.###
(Wallahu ‘alam)