Oleh : Mustaqiem Eska
(pdlFile.com) Wiji Thukul, seorang penyair sekaligus aktivis yang dikenal karena keberaniannya dalam menyuarakan kebenaran, telah meninggalkan warisan berupa karya-karya yang sarat makna dan relevan hingga hari ini. Salah satu puisinya yang menarik untuk dikaji adalah “Keberanian itu butuh dilatih, bukan datang tiba-tiba seperti wahyu Tuhan”. Dalam puisi ini, Thukul dengan lugas menyampaikan bahwa keberanian bukanlah sesuatu yang datang secara instan, melainkan sebuah proses panjang yang membutuhkan latihan dan perjuangan.
Puisi ini secara jelas menolak anggapan bahwa keberanian adalah sesuatu yang diberikan oleh Tuhan secara tiba-tiba. Thukul menekankan bahwa keberanian adalah hasil dari proses latihan yang terus-menerus. Latihan ini dapat berupa menghadapi ketakutan, menyiasati rintangan, dan konsisten dalam perjuangan melawan ketidakadilan.
Keberanian tidak tumbuh begitu saja dalam diri seseorang. Dibutuhkan keberanian untuk keluar dari zona nyaman, menghadapi risiko, dan berani berbicara lantang untuk membela kebenaran. Proses ini membutuhkan waktu dan ketekunan, sama seperti seorang atlet yang harus berlatih keras untuk mencapai performa terbaiknya.
Puisi “Keberanian itu butuh dilatih” memiliki relevansi yang kuat di era modern saat ini. Di tengah kompleksitas tantangan modernisasi dan hiruk pikuk kehidupan, Keberanian menjadi modal penting bagi setiap individu untuk dapat bertahan dan berkontribusi secara positif bagi masyarakat.
Kita hidup di era di mana informasi dengan mudah diakses, namun tidak semuanya benar dan menjadi ilmu. Keberanian untuk mencari kebenaran, alur berpikir, dan melawan hoaks menjadi sangat penting. Selain itu, keterbukaan teknologi membawa dampak positif dan negatif. Keberanian untuk beradaptasi, inovatif, dan bersaing secara sehat sangat dibutuhkan agar kita tidak hanya menjadi penonton dalam arus transformasi budaya.
Lalu, bagaimana kita dapat mengimplementasikan pesan dari puisi Wiji Thukul dalam kehidupan sehari-hari? Berikut adalah beberapa langkah yang dapat kita lakukan:
- Kenali dan hadapi ketakutanmu: Identifikasi apa yang membuatmu takut dan cobalah untuk menghadapinya secara bertahap.
- Berani keluar dari zona nyaman: Jangan takut untuk mencoba hal-hal baru dan mengambil risiko.
- Aktif dalam kegiatan positif: Carilah kegiatan yang sesuai dengan minatmu dan berkontribusi pada kebaikan masyarakat.
- Belajar dari pengalaman: Setiap pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang pahit, dapat menjadi pelajaran berharga untuk menjadi lebih berani.
Puisi “Keberanian itu butuh dilatih, bukan datang tiba-tiba seperti wahyu Tuhan” karya Wiji Thukul adalah pengingat bagi kita semua bahwa keberanian bukanlah sesuatu yang instan, melainkan sebuah proses yang membutuhkan latihan dan perjuangan. Mari kita jadikan puisi ini sebagai inspirasi untuk terus melatih keberanian kita agar dapat menjadi individu yang tangguh dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Sosok Hanya ada Satu Kata : Lawan !
Wiji Thukul, yang terlahir dengan nama Widji Widodo pada tanggal 26 Agustus 1963 di Surakarta, adalah seorang penyair dan aktivis yang dikenal karena keberaniannya dalam mengkritik ketidakadilan dan penindasan selama masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Puisinya yang menjadi Sejarah pemberontakan adalah, “Hanya ada satu kata : Lawan!”
Wiji Thukul tumbuh dalam lingkungan yang sederhana di Kampung Sorogenen, Solo. Ayahnya adalah seorang penjual koran, dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit tidak menghalangi Wiji Thukul untuk mengembangkan minatnya dalam seni dan sastra. Ia mulai menulis puisi sejak masih duduk di bangku sekolah dasar dan tertarik pada dunia teater saat di sekolah menengah pertama. Melalui teman sekolahnya, ia bergabung dengan kelompok teater bernama Teater Jagalan Tengah (Jagat).
Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) jurusan Tari, Wiji Thukul memilih untuk tidak melanjutkan kuliah dan bekerja sebagai tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel antik. Namun, minatnya terhadap sastra dan seni tidak pernah padam. Ia terus menulis puisi dan terlibat dalam berbagai kegiatan kesenian di Solo.
Wiji Thukul juga aktif dalam gerakan pro-demokrasi dan seringkali menyampaikan aspirasinya melalui puisi-puisinya yang lantang dan penuh kritik. Ia tidak takut untuk menyuarakan ketidakadilan dan penindasan yang ia lihat di sekitarnya. Hal ini membuatnya menjadi salah satu tokoh yang disegani oleh para aktivis dan mahasiswa pada masa itu.
Karya-Karya yang Menginspirasi
Puisi-puisi Wiji Thukul dikenal karena gaya bahasa yang lugas dan sederhana, namun sarat makna dan kritik sosial. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain “Mencari Tanah Lapang”, “Dengar Baik-Baik”, dan “Bunga dan Tembok”. Puisi-puisinya tidak hanya menjadi medium ekspresi diri, tetapi juga menjadi alat perjuangan untuk menyuarakan aspirasi rakyat yang tertindas.
Pada tahun 1998, Wiji Thukul menghilang secara misterius dan tidak pernah ditemukan hingga saat ini. Kehilangannya menjadi simbol dari репрессии dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa Orde Baru. Meskipun demikian, karya-karyanya terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berjuang demi keadilan dan kebenaran.
Wiji Thukul adalah sosok yang berani dan konsisten dalam memperjuangkan kebenarannya. Ia tidak hanya seorang penyair, tetapi juga seorang aktivis yang berdedikasi untuk membela hak-hak rakyat kecil. Meskipun telah lama menghilang, semangat dan karya-karyanya akan terus hidup dan menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan demokrasi di Indonesia. ***