Sebuah Epik Keteguhan Hati Abu al-Ash bin Rabi’ah (menantu Rasulullah)

 

Oleh : Mustaqiem Eska

 

(pdlFile.com) Abu al-Ash bin Rabi’ah adalah salah satu menantu Rasulullah Muhammad SAW yang memiliki kisah hidup menarik dan penuh dengan keteguhan dalam keyakinan. Meskipun awalnya tidak langsung menerima Islam, pada akhirnya ia memeluk agama Allah dan menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan Islam

Abu al-Ash dikenal sebagai seorang yang jujur, amanah, dan bertanggung jawab dalam berdagang. Ia memiliki reputasi yang baik di kalangan masyarakat Mekah karena integritasnya. Sebelum masuk Islam, ia dikenal sebagai sosok yang menghormati tradisi dan adat istiadat masyarakat Arab. Setelah memeluk Islam, sifat-sifat terpuji ini semakin menguat dan menjadi landasan bagi keteladanannya sebagai seorang Muslim.

Abu al-Ash memiliki peran yang unik dalam sejarah dakwah Islam. Pada awalnya, ia tidak menerima Islam dan bahkan ikut serta dalam perang Badar melawan kaum Muslimin. Namun, setelah perang berakhir dengan kekalahan kaum Quraisy, ia ditawan oleh kaum Muslimin. Dalam masa tahanannya, ia menyaksikan secara langsung bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya memperlakukan tawanan perang dengan baik dan penuh kasih sayang. Hal ini membuatnya terkesan dan mulai tertarik dengan ajaran Islam.

Setelah dibebaskan, Abu al-Ash kembali ke Mekah dan tetap menjalankan aktivitas perdagangannya. Namun, hatinya telah berubah dan ia semakin yakin akan kebenaran ajaran Islam. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk memeluk Islam secara diam-diam dan merahasiakan keislamannya dari keluarganya.

Pada suatu kesempatan, Abu al-Ash harus melakukan perjalanan dagang ke luar Mekah. Dalam perjalanan ini, ia bertemu dengan beberapa sahabat Rasulullah SAW yang membantunya dalam menyebarkan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi. Ia juga aktif dalam memberikan bantuan kepada kaum Muslimin yang mengalami kesulitan ekonomi.

Setelah beberapa waktu, Abu al-Ash akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Madinah dan bergabung dengan kaum Muslimin secara terbuka. Ia menjadi salah satu sahabat yang setia dan ikut serta dalam berbagai peperangan untuk membela agama Islam.

Dalam kitab Thabaqat al-Kubra, Ibnu Sa’ad mencatat beberapa informasi penting mengenai Abu al-Ash bin Rabi’ah. Nama lengkapnya adalah Abu al-Ash bin Rabi’ah bin Abd al-‘Uzza bin Abd al-Syams bin Abd Manaf al-Qurasyi. Ia berasal dari suku Quraisy, suku yang paling terkemuka di Mekah pada masa itu.

Dalam “Al-Bidayah wa al-Nihayah,” Ibnu Katsir menyebutkan kisah Abu al-Aas ibn al-Rabi’, mengungkap berbagai aspek kehidupan beliau, mulai dari pernikahannya dengan Zaynab, hingga keikutsertaannya dalam Perang Badar, hingga masuk Islam dan hijrah ke Madinah.

Abu al-Aas menikah dengan Zainab sebelum Islam, dan mereka memiliki seorang putri bernama Umamah. Mereka hidup bahagia, namun perbedaan mulai tampak setelah diutusnya risalah Nabi Muhammad saw, dimana Abu al-Aas tetap memeluk agama nenek moyangnya, sedangkan Zainab masuk Islam.

Abu al-Aas turut serta dalam Perang Badar bersama kaum Quraisy dan termasuk di antara tawanan yang jatuh ke tangan kaum Muslimin. Setelah peperangan berakhir, Zainab mengirimkan uang tebusan kepada suaminya, namun ia menolaknya hingga akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkannya untuk kembali ke Mekkah.

Abu al-Aas kembali ke Mekkah dan tetap setia pada agamanya sampai penaklukan Mekkah. Setelah penaklukan tersebut, ia menyatakan masuk Islam dan memperoleh kedudukan tinggi di hati umat Islam.

Abu Al-Aas berimigrasi ke Madinah dan menjalani kehidupan bahagia bersama istri dan putrinya. Dia turut serta dalam banyak penaklukan dan pertempuran yang dilakukan kaum Muslimin, dan merupakan contoh yang patut ditiru dalam hal keberanian dan kesetiaan.

Kisah hidup Abu al-Ash bin Rabi’ah adalah contoh yang inspiratif tentang bagaimana seseorang dapat berubah menjadi lebih baik setelah mendapatkan hidayah. Keteguhan dalam keyakinan, kejujuran, dan tanggung jawab yang dimilikinya menjadikannya sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perkembangan Islam. Peran serta Abu al-Ash dalam dakwah Islam, meskipun tidak sebesar sahabat-sahabat lainnya, tetap memiliki nilai yang sangat berharga.***

Maraji’ :

  1. Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq
  2. Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad
  3. Al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibnu Katsir
  4. Usud al-Ghabah karya Ibnu Asir

Related posts