Mozes Kilangin: Sang Guru Besar dan Jembatan Peradaban di Tanah Mimika

MoZes Kilangin

 

(Timika – pdlFile.com)  Mozes Abraham Kalmalan Kilangin Tenbak, lahir sekitar tahun 1925 di Unganarki, Lembah Besar, Mimika, Papua Tengah, dan wafat di Timika pada 14 Agustus 1999, bukanlah sekadar seorang tokoh masyarakat biasa. Ia adalah “Uru Me Ki”, Sang Guru Besar bagi suku Amungme dan masyarakat pegunungan tengah Papua. Julukan ini bukan hanya penghormatan atas profesinya sebagai guru, melainkan juga pengakuan atas peran sentralnya dalam membuka cakrawala pendidikan, menjembatani perbedaan budaya, dan meletakkan fondasi bagi kemajuan di wilayah yang dulunya terisolasi.

Kisah hidup Mozes Kilangin adalah cerminan ketahanan, kecerdasan, dan dedikasi seorang putra daerah yang beruntung mengenyam pendidikan di masa kolonial Belanda. Ia menjadi orang Amungme pertama yang mendapatkan pelatihan guru, sebuah pencapaian luar biasa di tengah keterbatasan akses dan diskriminasi yang melingkupi masyarakat Papua kala itu. Pendidikan membukakan matanya terhadap dunia yang lebih luas, namun hatinya tetap tertambat pada tanah kelahirannya dan kesejahteraan bangsanya.

Pada tahun 1954, Mozes Kilangin menerima amanah dari Pastor Cammerer untuk kembali ke kampung halamannya dan membangun peradaban melalui pendidikan. Perjalanannya dari Epouto, Kokonao, hingga akhirnya tiba di Tsinga pada 1 Oktober 1954, adalah simbol dari tekadnya untuk membawa perubahan. Selama empat bulan di Tsinga, ia bekerja tanpa lelah sebagai guru dan membantu membangun permukiman yang lebih layak bagi masyarakat. Melihat antusiasme yang besar terhadap pendidikan, ia kembali ke Koperapoka untuk meminta bantuan tenaga pengajar, yang kemudian dipenuhi dengan kedatangan Paulus Aika dan Johanes Aikawe.

Peran Mozes Kilangin tidak hanya terbatas pada dunia pendidikan formal. Ia menjadi jembatan penghubung antara masyarakat lokal dengan dunia luar, terutama dengan kehadiran perusahaan pertambangan yang kelak menjadi PT Freeport Indonesia. Ia memiliki visi jauh ke depan, menyadari potensi kekayaan alam wilayahnya dan berupaya agar manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat melalui pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Ia menjadi negosiator dan penengah, berupaya menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan hak-hak dan kebutuhan masyarakat adat.

Kepiawaian Mozes Kilangin dalam berkomunikasi dan pemahamannya terhadap berbagai pihak menjadikannya sosok yang dihormati dan dipercaya. Ia mampu menjelaskan kompleksitas dunia luar kepada masyarakatnya dan sekaligus menyuarakan aspirasi masyarakat kepada pihak-pihak berkepentingan. Ia adalah penerjemah budaya, yang memahami nilai-nilai tradisional sekaligus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

Jejak pengabdian Mozes Kilangin terukir abadi dalam sejarah Mimika dan Papua. Namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Mozes Kilangin di Timika, sebuah infrastruktur vital yang membuka aksesibilitas dan menjadi simbol kemajuan wilayah tersebut. Selain itu, patung “Uru Me Ki” karya seniman I Nyoman Nuarta berdiri megah di dekat pintu masuk bandara, menjadi pengingat visual akan sosok guru besar yang telah berjasa bagi tanah kelahirannya.

Rumah kediaman Mozes Kilangin pun kini dijadikan museum, sebuah inisiatif untuk mengenang dan mewariskan nilai-nilai perjuangan dan kearifan lokal kepada generasi penerus. Museum ini diharapkan menjadi ruang edukasi dan inspirasi, menceritakan kisah seorang tokoh yang tidak hanya mengejar pendidikan untuk dirinya sendiri, tetapi juga mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan masyarakatnya.

Mozes Kilangin adalah sosok inspiratif yang melampaui zamannya. Ia adalah pionir pendidikan, negosiator ulung, dan pemimpin visioner. Dedikasinya untuk membangun Mimika melalui pendidikan dan dialog telah meletakkan dasar bagi perkembangan wilayah tersebut hingga kini. Kisahnya adalah pengingat bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan dan bahwa seorang individu, dengan tekad dan integritas, dapat menjadi agen perubahan yang signifikan bagi masyarakatnya. Sebagai “Uru Me Ki”, Mozes Kilangin akan terus dikenang sebagai cahaya yang menerangi jalan peradaban di Tanah Mimika. (mustaqiem eska)

 

Related posts