(Tembagapura, pdlFile.com) Tembagapura, sebuah kota yang tersembunyi di balik kabut pegunungan Papua, adalah paradoks yang memukau. Di sini, di jantung rimba belantara, berdiri sebuah oase modernitas, sebuah kota yang dibangun dengan presisi dan visi, oleh tangan-tangan yang menggali kekayaan bumi.
Fasilitas-fasilitasnya, seperti permata yang berkilauan di tengah hutan, adalah bukti kemampuan manusia untuk menaklukkan alam. Sekolah dengan kurikulum internasional, tempat anak-anak Papua bermimpi setinggi puncak-puncak bersalju yang mengelilingi mereka. Tempat-tempat ibadah, di mana doa-doa dari berbagai keyakinan berpadu dalam harmoni, menciptakan simfoni spiritual di tengah gemuruh mesin-mesin tambang.
Kolam renang yang biru, memantulkan langit yang kelabu, tempat tawa anak-anak berpadu dengan gemericik air. Lapangan bola, di mana semangat persatuan dan persaingan berkobar, di tengah udara dingin yang menusuk tulang. Semua ini, dibangun dengan cermat, untuk menciptakan rumah yang nyaman bagi mereka yang bekerja di bawah tanah, menggali emas dan tembaga yang mengubah dunia.
Namun, Tembagapura bukan hanya tentang modernitas. Ia juga tentang keindahan alam yang liar dan tak terjamah. Bukit-bukit yang diselimuti kabut, seperti lukisan impresionis yang hidup, menciptakan suasana magis yang memikat. Hujan yang turun hampir setiap hari, membasahi bumi dengan kesegaran yang abadi, menciptakan hutan hujan tropis yang lebat dan subur.
Di sini, di antara gedung-gedung modern dan hutan belantara, manusia dan alam berdampingan, menciptakan harmoni yang unik. Tembagapura adalah simbol dari kemampuan manusia untuk membangun peradaban di tengah alam liar, untuk menciptakan rumah di mana pun mereka berada.
Namun, di balik semua keindahan dan kemewahan ini, ada juga kisah tentang eksploitasi dan ketidakadilan. Tanah ini, yang kaya akan sumber daya alam, adalah tanah leluhur suku Amungme dan suku Dani. Suku-suku lain yang juga tinggal di sekitar wilayah tersebut adalah suku Ekari, suku Moni, suku Amung, dan suku Kamoro. , yang telah hidup di sini selama berabad-abad. Mereka adalah penjaga tanah ini, tetapi suara mereka sering kali tenggelam dalam gemuruh mesin-mesin tambang.
Tembagapura adalah kota kontradiksi, sebuah tempat di mana modernitas dan tradisi, keindahan dan eksploitasi, berdampingan. Ia adalah simbol dari kompleksitas hubungan manusia dengan alam, sebuah pengingat bahwa di balik setiap kemajuan, selalu ada harga yang harus dibayar. (Mustaqiem Eska)