“Sebening Sepi,” Eksplorasi Spiritual dalam Ruang Sunyi Mustaqiem Eska

 

 

(Sebuah Kritik Sastra)

SEBENING SEPI

Mustaqiem Eska

Menyepi dari keramaian adalah keramaian masyukku padaMu
Biarlah malam sepi penuh pintu
Aku masuk dan terus memasukinya
Hanya aku dan Kau
Percakapan yang tak pernah usai
Sunyi dan bisik-bisik ini
Sekemilau cahaya di jilat kegelapan
Kupeluk satu per satu Sembilan puluh Sembilan keagunganMu
Meresap dan melebur di tetes hangat
Membasuh angkuh dan dina
Melukis hati warnai jiwa

bersamaMu aku menjadi bening
melihat yang tak terlihat
banyak persangkaan-persangkaan meraja di kasat mata
kearifan bagai lumpuh dipatah ranting
banyak hina melintas-lintas
disangka surga dan kemewahan
hidup tlah berkubang nafsu
sebait harga diri dan dihargai
dan cintaMu bagai barang dagangan memuja diri
Dajjal !!!

Malam sepi larut bintang
Biarlah aku tengelam di sunyimu
Hampa gaduh dan pesta iblis
Jauhkan aku dari binar solek kemolek maya
Fantasi dungu dan kebodohan

Malam sepi selaksa cahaya
Cahayakan cahayaMu untuk cahayaku
Cintakan cintaMu untuk cintaku
Masyukkan masyukMu untuk masyukku
Ramaikan ramaiMu untuk sepiku
Banggakan banggaMu untuk ketenanganku
Hu ….
Jangan biarkan aku tertelikung di keramaian nan sepi
Hu …
Cukuplah aku kesunyian itu kalau itu adalah keramaianMu
Sesempurna air jernih berkilau
Menggemericik di kedalaman hati
Terus mengalir kekuatan cintaku untuk cintaMu

(Mustaqiem Eska/Cisoka,28 Oktober 2010)

 

(pdlFile.com) Puisi “SEBENING SEPI” karya Mustaqiem Eska adalah sebuah perjalanan lirih ke kedalaman spiritualitas, di mana kesunyian tidak dipandang sebagai kehampaan, melainkan sebagai ruang intim untuk perjumpaan dengan Yang Ilahi. Melalui diksi yang dipilih dengan cermat, citraan yang kuat, dan struktur yang mengalir, penyair menghadirkan sebuah kontemplasi tentang hakikat hubungan manusia dengan Tuhan di tengah hiruk pikuk dunia yang menyesatkan. Esai ini akan mengeksplorasi bagaimana puisi ini merayakan kesunyian sebagai jalan menuju pencerahan spiritual, sekaligus memberikan kritik terhadap nilai-nilai duniawi yang dianggap menjauhkan manusia dari esensi ketuhanan.

Baris pertama puisi, “Menyepi dari keramaian adalah keramaian masyukku padaMu,” menjadi fondasi tematik yang mendasari keseluruhan karya. Kontradiksi yang magis antara “sepi” dan “ramai” dipecahkan melalui konsep “masyuk,” sebuah kata yang mengimplikasikan penyerapan dan peleburan diri dalam kehadiran Tuhan. Kesunyian di sini bukan lagi ketiadaan interaksi, melainkan sebuah ruang batin yang dipenuhi dengan “keramaian” spiritual, sebuah dialog intim yang tak terputus antara “aku” dan “Kau.” Malam yang sepi digambarkan sebagai “penuh pintu,” metafora yang menyiratkan bahwa dalam kesunyian terdapat banyak jalan dan kemungkinan untuk memasuki dimensi spiritual yang lebih dalam.

Pengalaman spiritual penyair dalam kesunyian digambarkan melalui citraan yang melibatkan indra peraba dan rasa. Tindakan “memeluk satu per satu Sembilan puluh Sembilan keagunganMu” dan merasakan “tetes hangat” yang “meresap dan melebur” melukiskan intensitas penghayatan terhadap sifat-sifat Tuhan. Proses ini digambarkan sebagai pembersihan diri dari “angkuh dan dina,” serta upaya untuk “melukis hati warnai jiwa,” menunjukkan transformasi batin yang terjadi melalui kontemplasi dalam kesunyian.

Namun, perjalanan spiritual dalam puisi ini tidak terlepas dari refleksi kritis terhadap realitas duniawi. Bait-bait selanjutnya menghadirkan gambaran suram tentang dunia yang dipenuhi dengan “persangkaan-persangkaan meraja di kasat mata,” di mana “kearifan bagai lumpuh dipatah ranting.” Penyair melihat bagaimana “hina melintas-lintas” namun disalahartikan sebagai “surga dan kemewahan,” dan bagaimana “hidup tlah berkubang nafsu.” Kritik mencapai puncaknya pada baris “dan cintaMu bagai barang dagangan memuja diri / Dajjal !!!” Penggunaan kata “Dajjal” yang memiliki konotasi negatif yang kuat menunjukkan penolakan total terhadap komersialisasi nilai-nilai spiritual dan penyimpangan dari esensi cinta Ilahi.

Dalam menghadapi realitas duniawi yang dianggap menyesatkan, penyair mencari perlindungan dan kedamaian dalam kesunyian malam. Permohonan “Biarlah aku tengelam di sunyimu” dan keinginan untuk dijauhkan dari “hampa gaduh dan pesta iblis” serta “binar solek kemolek maya” menegaskan bahwa kesunyian adalah tempat berlindung yang aman dari godaan duniawi. Kesunyian malam yang “larut bintang” dan kemudian digambarkan sebagai “selaksa cahaya” menjadi simbol transformasi dari kegelapan menuju pencerahan spiritual.

Harapan akan pencerahan ini diungkapkan melalui serangkaian permohonan yang paralel: “Cahayakan cahayaMu untuk cahayaku / Cintakan cintaMu untuk cintaku / Masyukkan masyukMu untuk masyukku / Ramaikan ramaiMu untuk sepiku / Banggakan banggaMu untuk ketenanganku.” Permohonan ini menunjukkan kerinduan yang mendalam untuk menyatukan diri dengan Tuhan dalam segala aspek keberadaan. Penggunaan kata “Hu …” di akhir beberapa bait adalah bentuk zikir yang memperkuat nuansa spiritual dan penyerahan diri.

Puisi ini diakhiri dengan penegasan bahwa kesunyian yang dipilih penyair adalah “keramaian” yang sesungguhnya, sebuah ruang di mana kekuatan cinta Tuhan mengalir seperti “air jernih berkilau” yang “menggemericik di kedalaman hati.” Citraan air yang jernih dan mengalir melambangkan ketulusan, kejernihan batin, dan aliran spiritual yang tak pernah berhenti.

Secara keseluruhan, “SEBENING SEPI” adalah sebuah puisi yang kaya akan makna spiritual dan refleksi filosofis. Mustaqiem Eska berhasil menghadirkan kesunyian bukan sebagai ketiadaan, melainkan sebagai ruang kehadiran Tuhan yang paling intim. Melalui kontras antara kesunyian spiritual dan keramaian duniawi yang menyesatkan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kembali hakikat hubungan manusia dengan Sang Pencipta dan mencari kedamaian serta pencerahan dalam keheningan batin. Kekuatan puisi ini terletak pada kejujuran ekspresi spiritual penyair dan kemampuannya untuk merangkai kata-kata menjadi sebuah perjalanan batin yang menggugah dan menginspirasi. (Catatan Hari Puisi untuk Indonesia. 28042025 #Kritikus Sastra #Herman Tuah)

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *